NGAWI | INTIJATIM.ID – Gelaran Indonesia Fashion Week (IFW) 2025 yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) oleh Pemkab Ngawi menuai sorotan tajam. Kegiatan yang menyedot anggaran hampir Rp 400 juta dari APBD 2025 ini menuai kritik pedas dari tokoh masyarakat Agus Fatoni, yang akrab disapa Atong.
Ia mengaku sangat prihatin, karena kegiatan tersebut kontradiktif dengan upaya pemerintah pusat yang tengah gencar menyerukan efisiensi anggaran dan fokus pada penguatan ketahanan ekonomi masyarakat.
“Ironis sekali, di tengah seruan efisiensi kok justru masih ada kegiatan seperti ini yang memancing keprihatinan publik,” ujar Atong, melalui sambungan WhatsApp, pada Sabtu (14/6/2025).
Atong yang aktif sebagai pengamat kebijakan publik di Ngawi, juga menyoroti dugaan keterlibatan camat dan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam kegiatan tersebut. Ia mempertanyakan urgensi serta relevansi pengiriman puluhan personel dari Ngawi ke Jakarta hanya untuk mendukung ajang fesyen tersebut.
“Belum lagi biaya pengerahan puluhan personil dari Ngawi. Lha iya giat untuk apa, untuk siapa? Relevansinya dengan ekonomi masyarakat di situasi seperti ini apa?” tegasnya.
Menurut Atong, kondisi masyarakat Ngawi saat ini masih memprihatinkan, bahkan baru-baru ini terjadi peristiwa tragis seorang warga yang diduga nekat bunuh diri dengan cara terjun dari jembatan karena tekanan ekonomi dan kesulitan membiayai pengobatan keluarganya.
“Makanya, efisiensi itu jangan cuma jadi jargon. Dinas terkait harus berani terbuka ke publik. Jelaskan secara gamblang, kegiatan ini bertujuan untuk apa, dan apa relevansinya untuk masyarakat kecil Ngawi,” ungkapnya.
Dirinya juga mempertanyakan peran kepala dinas dalam acara IFW tersebut. “Paling mereka cuma jadi suporter saja, tapi anggaran yang digunakan luar biasa besar. Nah, itu kan sangat ironis ketika rakyat sedang kesusahan,” tambah Atong, (14/6).
Sebelumnya, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Tenaga Kerja (DPPTK) Ngawi Kusumawati Nilam menjelaskan bahwa, pengiriman 10 desainer dari Ngawi ke IFW bertujuan untuk menjembatani kolaborasi antara desainer, pengrajin batik, dan pelaku industri kreatif lainnya.
“Sebagai penyedia kegiatan, kita berusaha menjembatani agar para pelaku industri kreatif bisa lebih maju, baik dari segi karya maupun inovasi,” paparnya.
Namun, kritik terhadap relevansi dan efisiensi penggunaan anggaran untuk kegiatan tersebut terus bergulir. Warga pun menanti transparansi dan penjelasan resmi dari pemerintah daerah terkait manfaat konkret dari partisipasi dalam IFW bagi perekonomian masyarakat Ngawi yang kini tengah dihimpit berbagai tekanan ekonomi. (Mei)