Usulan Menjadi Daerah Istimewa, Apanya yang Istimewa?

Tulisan Kang Woto

Sampai dengan bulan April 2025 ini, menurut Dirjen Otda dalam rapat dengan DPR ada 6 daerah yang meminta menjadi daerah istimewa. Tentu saja permintaan menjadi daerah istimewa menjadi perbincangan ramai. Kita mengenal selama ini hanya Yogyakarta yang merupakan daerah istimewa yang berasal dari swapraja.

DIY menjadi daerah istimewa salah satu sebabnya pada masa yang kritis dipimpinan oleh raja yang cakap, berpendidikan, punya visi pada akhirnya menjadikan Yogyakarta kemudian memberikan sumbangsih terhadap tegaknya kemerdekaan bangsa. Pada masa krisis dan kondisi krusial keputusan-keputusan yang diambil pimpinan Yogyakarta tersebut selalu tepat. Akibat dari keputusan yang diambil saat itu hasilnya bisa dirasakan oleh masyarakat DIY khususnya dan bangsa Indonesia umumnya.

Berbeda dengan Aceh. Sedang Aceh menjadi daerah istimewa bermula sebagai daerah modal. Ketika bangsa Indonesia baru menyatakan kemerdekaannya dan Belanda berusaha menjajah kembali Bung Karno meminta kepada rakyat Aceh untuk bisa membantu membeli pesawat untuk RI guna menembus blokade Belanda. Karena sebagai daerah modal itulah, dengan dinamika yang terjadi Aceh pada tahun 1959 Aceh ditetapkan sebagai daerah istimewa yang keistimewaannya meliputi bidang agama, pendidikan dan adat istiadat.

Sedang DKI sitetapkan menjadi daerah istimewa karena berkedudukannya sebagai ibu kota negara. Posisi sebagai ibu kota itulah maka kegiatan internasional, pembangunan, dan kemajuan yang dicapai DKI tentu akan lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Dengan lajunya pembangunan tersebut maka diharapkan kemajuan yang dicapai bisa menginspirasi daerah lainnya.

Swapraja di Indonesia.

Belanda ketika menjajah Indonesia sekian lama tentu juga telah mewariskan berbagai aspek yang mempengaruhi tata kehidupan. Termasuk dalam tata pemerintahan. Di dalam menerapkan sistem pemerintahan daerah pemerintah Belanda menganut sistem pemerintahan langsung (direct gebied) dan pemerintahan tidak langsung (indirect gebied). Yang diperintah secara langsung seperti daerah Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Lombok, Jawa Timur, sebagian Jawa Tengah, Sumatera Selatan dll. Dalam sistem pemerintahan ini Belanda menempatkan dan mengontrol secara langsung melalui aparatnya sampai di tingkat bawah.

Namun justru sebagian besar wilayah Hindia Belanda banyak diperintah secara tidak langsung. Mengapa pemerintah Hindia Belanda juga memilih pemerintahan tidak langsung di samping pemerintahan langsung? Seperti diketahui ketika Belanda datang ke Indonesia, sudah banyak berdiri kerajaan dengan berbagai bentuknya. Dan zelfbestuur (kerajaan) ini telah sejak lama memiliki pemerintahan sendiri. Oleh sebab itulah maka Belanda menyerahkan kekuasaan pemerintahan daerahnya kepada zelfbestuur tersebut dengan melalui kontrak politik. Dan malahan dengan pemerintahan tidak langsung ini dalam pandangan Belanda pemerintahannya menjadi lebih efisien.

Adapun daerah yang diperintah secara tidak langsung oleh Belanda saat itu seperti daerah Kasunanan Surakarta dan Mangkunagara, Kasultanan Yogyakarta dan Paku Alaman, Aceh diperintah Uleebalang, Sumatera Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi, Maluku Utara, Bali, dan NTT. Khusus untuk kerajaan di NTT jangan dibayangkan seperti kerajaan yang ada di Jawa. Kerajaan di NTT jumlahnya banyak, tapi kecil-kecil. Baik dilihat dari luas wilayah, penduduk dan pengaruh ekonomi, sosial dan politiknya. Taruhlah Pulau Sumba sebelum diciutkan, terdiri dari 16 kerajaan. Bahkan ada sebuah kerajaan yang penduduknya hanya 6500.

Ketika Indonesia menyatakan kemerdekaan, zelfbestuur yang ada masih tersisa sekitar 250 kerajaan. Keberadaan zelfbestuur ini dilindungi UUD 1945 pasal 18. Dan kerajaan-kerajaan ini sejak KMB disebut dengan istilah swapraja. Begitu luas dan besarnya peranan swapraja kalau diprosentase wilayah swapraja di seluruh Indonesia lebih dari 50 persen. Namun pada akhirnya semua swapraja tesebut oleh pemerintah ditetapkan menjadi daerah otonom biasa dan beberapa ditetapkan menjadi daerah istimewa seperti Kalimantan Barat, Kutai, Bulungan, DIY dsb. Namun dalam perjalanan selanjutnya daerah istimewa yang berasal dari swapraja tersebut yang tersisa hanya satu, yaitu DIY.

Hapusnya Swapraja di Indonesia.

Ketika bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan, tidak lama kemudian Belanda berusaha menjajah kembali. Dengan masuknya Belanda kembali, sebagian besar swapraja di Indonesia mulai dari Aceh sampai Maluku hampir semua memihak Belanda. Sebagian kecil bemain di dua kaki. Awalnya mendukung RI, seiring berjalannya waktu Belanda semakin eksis kemudian beralih mendukung Belanda. Hanya kerajaan di NTT yang sebagian besar mendukung RI. Demikian juga di Jawa. Malahan beberapa daerah kerajaan-kerajaan tersebut bergabung membentuk panitia penyambutan kedatangan Belanda kembali yang kemudian disebut Comite van Ontvangst. Dan itu terjadi di Aceh, Sumatera Timur dan beberapa daerah lain.

Kondisi demikian semakin memicu kelompok Persatuan Perjuangan sebuah organisasi revolusioner anti feodalisme yang digagas Tan Malaka sebagai wadah organisasi sosial dan partai politik juga untuk menggerakan anti swapraja yang salah satu tujuannya menghapus kedudukan swapraja. Dimulai di Aceh, kader Tan Malaka menggerakkan terjadinya revolusi sosial bersama Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) bertempur melawan pimpinan swapraja yang dipimpin para uleebalang. Ribuan menjadi korban yang terdiri dari ulebalang, keluarga dan pengikutnya. Bahkan banyak yang mati terbunuh dengan sia-sia Demikian juga yang terjadi di Sumatera Timur, revolusi sosial juga merembet setelah Aceh. Salah satu korban revolusi sosial di Sumatera Timur adalah penyair Amir Hamzah bangsawan Langkat. Gerakan revolusi sosial dan anti swapraja ini kemudian dalam waktu singkat menjalar ke seluruh Indonesia. Tentu saja musuhnya swapraja yang dipandang sebagai simbol bentuk feodalisme dan menindas rakyat.

Tak terkecuali revolusi sosial untuk menghapus kedudukan swapraja juga menjalar dan terjadi di Surakarta. Dan di Surakarta ada dua swapraja yaitu Kasunanan dan Mangkunegara yang saat itu kebetulan dipimpin oleh raja muda yang lemah, dan keduanya tidak kompak. Ada kecenderungan kedua swapraja tersebut justru malahan bersaing. Tan Malaka dan kelompoknya yang bertindak juga sebagai oposisi pemerintah yang tinggal di Surakarta juga menjadikan swapraja Surakarta sasaran gerakan revolusionernya. Gerakan anti swapraja menemui lahan subur di sini. Patih Kasunanan diculik dan dibunuh. Bahkan Sunan dan keluargnya juga diculik. Perdana Menteri Sutan Sjahrir dkk yang ketika mengadakan kunjungan kerja juga diculik ketika di Surakarta.

Dalam kondisi tidak aman dan terjadi krisis pada tahun 1946 untuk sementara Surakarta dijadikan daerah otonom biasa. Dan ketika terjadi agresi Belanda, swapraja di Surakarta dianggap bekerja sama dengan Belanda oleh AH Nasution maupun Mr Susanto Tirtoprodjo bangsawan Surakarta yang menjadi Mendagri. Dan akhirnya karena kemelut yang tidak berkesudahan Surakarta oleh pemerintah dijadikan daerah otonom biasa pada tahun 1950.

Kalau DIY bekas swapraja dengan UU mendapat status istimewa dan itu pantas disandangnya karena sumbangsih Yogyakarta terhadap tegaknya RI dan juga sejarah telah mencatatnya. Lantas keistimewaan apa yang akan disandang daerah yang baru mengusulkan. Apakah sama dengan DIY? Kalau itu yang dituntut, apakah tepat. Dan apabila pemerintah menyetujui rasanya tidak menyelesaikan masalah tapi justru sebaliknya, malahan menjaring masalah baru.

Penulis : Dr. Drs. H. Suprawoto, SH. M.Si.(Sekjen Kemkominfo 2014-2017), Ketua Pembina Yayasan Pendidikan Wartawan Jatim dan saat ini sedang proses menerbitkan buku “Dinamika dan Hapusnya Swapraja di Indonesia.”.

Loading

Leave a Reply

error: Content is protected !!