Tahun 2025 : Hari Jadi ke-667 Kabupaten Ngawi Hanya Digelar Jamasan Pusaka, Tanpa Kirab dan Larung Sukerto

NGAWI | INTIJATIM.ID – Peringatan Hari Jadi Kabupaten Ngawi ke-667 tahun 2025 berlangsung lebih sederhana. Pemerintah Daerah (Pemda) hanya menggelar prosesi Jamasan Pusaka, tanpa kirab maupun larung sukerto yang biasanya menyertai rangkaian tradisi budaya tahunan tersebut. Prosesi sakral ini digelar di Pendopo Wedya Graha Ngawi, pada Kamis (3/7/2025).

Dalam prosesi tersebut dilakukan jamasan empat pusaka utama milik Kabupaten Ngawi. Yaitu, tombak Kyai Singkir, tombak Kyai Songgo Langit, payung pusaka Tunggul Wulung, dan payung pusaka Tunggul Warono.

Bupati Ngawi, Ony Anwar Harsono, menjelaskan bahwa, tahun ini peringatan hari jadi lebih mengedepankan kegiatan kolaboratif serta bertumpu pada tema besar ketahanan pangan dan pertanian.

“Hari jadi ke-667 ini lebih banyak kegiatan kolaborasi. Ada gathering komunitas corolla, lomba kicau burung, Wirotani, hingga turnamen biliar. Kegiatan sakral seperti ziarah, jamasan pusaka, tirakatan, pengajian, night carnival tetap dijalankan sesuai tradisi,” terangnya.

Cita Putri Maharani, Kepala Bidang Kebudayaan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ngawi.

Lebih lanjut, Bupati Ngawi juga menyampaikan, bahwa tidak diadakannya kirab dan larung sukerto bukan karena efisiensi anggaran semata, melainkan karena telah masuk dalam periodisasi pelaksanaan dua tahunan.

“Kirab pusaka itu memang ada periodisasinya, bukan setiap tahun. Kalau waktunya pas dan bisa semarak, insyaallah tahun depan akan kita gelar kembali,” jelas Bupati Ony.

Pemkab Ngawi akan terus berkomitmen terhadap pembangunan sektor pangan berkelanjutan. “Setiap peringatan hari jadi, saya selalu tekankan pentingnya gotong royong dalam mewujudkan Ngawi sebagai kabupaten swasembada pangan. Ini menjadi bagian dari misi visi Bupati Semesta Berencana Jilid 2,” tegas Bupati Ngawi.

Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ngawi, Cita, mengatakan, kegiatan Jamasan tetap menjadi agenda rutin untuk pelestarian budaya.

“Kirab pusaka atau larung sukerto itu pakemnya memang dua tahun sekali. Tahun ini tidak ada larung, tapi jamasan tetap dilaksanakan. Kalau pun tidak dilakukan larung di Ngawi Purba, air jamasan tadi dilarung di Jembatan Dungus, tidak menjadi soal karena itu bukan pakem utama,” paparnya.

Meski terjadi penurunan anggaran, Cita menyebut, kegiatan ini tetap bisa digelar dengan baik. “Anggaran tahun lalu kisaran Rp100 juta, sekarang turun jadi sekitar Rp75 juta. Tapi acara tetap berjalan karena ini bagian dari pelestarian budaya,” pungkasnya.

Dengan pelaksanaan yang lebih sederhana namun tetap khidmat, Hari Jadi Ngawi ke-667 di tahun 2025 ini menjadi refleksi atas tekad bersama membangun daerah berbasis budaya dan kemandirian pangan. (Mei/IJ)

Loading

Leave a Reply

error: Content is protected !!