NGAWI | INTIJATIM.ID – Tingginya angka penderita demam berdarah di Desa Jatigembol, Kecamatan Kedunggalar Ngawi, sejak satu setengah bulan lalu menjadi kasak kusuk warga. Masyarakat mengeluh perihal lambatnya pencegahan maupun penangganan dalam proses permintaan fogging.
Budi dan beberapa warga menyayangkan, lambatnya perhatian dari Pemerintah Desa (Pemdes) Jatigembol. Ia mengaku warga di RT nya banyak yang terjangkit, salah satunya keponakannya yang saat ini terbaring lemas di ICU rumah sakit umum Ngawi.
“Sudah 7 hari Kritis di ICU RSU Ngawi, Kalau gak ada korban dulu gak mungkin segera di fogging. Minimal pencegahanlah, dari RT kasun pun juga tutup mata, kerjabakti atau apa kami juga mau,” ungkap Budi, kepada Intijatim.id, Rabu(31/07/24).
Tak hanya warga sekitar, Kepala Desa Jatigembol Budi Sulistyono juga mengamini, bahwa warganya banyak yang terjangkit Demam Berdarah.
“Kemarin di RT 3 sudah fogging, karena sudah ada 7 pasien. Kalau untuk RT 8 saya malah baru tau, karena belum ada laporan yang masuk di desa, padahal satu RT dengan saya,” terangnya.
Ditambahkan Sekdes Jatigembol, Yogo menyampaikan, pihaknya akan menghidupkan kembali jumantik dan membagikan abate ke warga sebagai sarana pencegahan.
“Ya nanti kami koordinasi dengan pihak puskesmas untuk diadakan fogging, kemarin yang 7 pasien sudah di fooging, kalau yg ini malah kami gak tau karena belum ada laporan masuk,” jelasnya.
Proses Fogging
Operator Demam Berdarah dari Puskesmas Kedunggalar Ngawi, Yongki membenarkan bahwa pengajuan Fogging memang harus sesuai prosesur.
“Harus ada yang sakit dulu minimal 3 orang, baru melakukan fogging dan harus dibuktikan dengan surat KDRS (Kewaspadaan Dini Rumah Sakit) terkait kasus DB yang terdiagnosa,” papar Yongki, Jumat (01/08)
Menurutnya, pencegahan bisa dilakukan oleh desa dengan menerapkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), karena prosedur fogging lumayan panjang, dan harus ada laporan masuk. Pun, penelitian minimal 200 meter dari penderita DB.
“Untuk alat, tenaga, dan obat, pihak puskesmas Kedunggalar yang menyediakan, itu pun kami masih kekurangan, masih pengajuan ke Dinkes belum ada tindak lanjut. Sedangkan solar dan bensin harus dari desa yang memfasilitasi, jadi kalau desa mau kami siap kapanpun,” tandas Yongki (Mei)