JAKARTA | INTIJATIM.ID – PDI Perjuangan telah mengajukan sebanyak 13 gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Erna Ratnaningsih dari Badan Bantuan Hukum dan Advokasi (BBHA) PDIP menyatakan, gugatan tersebut mencakup 13 provinsi yang masing-masing memiliki perwakilan dalam Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
“Ada 13 permohonan PHPU yang kami ajukan. Untuk DPR RI, terdapat 2 gugatan, yaitu Jawa Barat dan Kalimantan Selatan. Sementara 11 gugatan lainnya terkait DPRD provinsi,” ujar Erna dalam konferensi pers di Jakarta pada Senin (25/03).
Provinsi-provinsi yang dilibatkan dalam gugatan tersebut antara lain Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Riau, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Papua, Papua Tengah, dan Papua Selatan.
Meskipun PDIP mengalami banyak kecurangan selama Pileg, Erna menjelaskan, bahwa sulit untuk mendapatkan bukti yang cukup karena beberapa saksi mengalami intimidasi, sehingga hanya gugatan dengan bukti dan saksi yang kuat yang diajukan ke MK.
“Sesungguhnya, kecurangan yang dialami PDIP jauh lebih banyak dari yang kami laporkan. Namun, kami kesulitan mendapatkan bukti tertulis karena intimidasi terhadap saksi,” terangnya.
Selain itu, PDIP optimis dengan bukti dan saksi yang mereka miliki, sehingga MK akan mengabulkan gugatan mereka. Pun, akan meningkatkan jumlah perolehan suara bagi partai tersebut.
“Saat ini, kami yakin bahwa pengajuan gugatan PHPU ke MK akan meningkatkan perolehan suara PDIP,” ungkap Erna.
Sementara, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menegaskan bahwa, pihaknya telah melampirkan bukti-bukti yang kuat untuk mengungkap kecurangan dalam Pileg 2024.
“Kami melampirkan bukti-bukti yang kuat dalam gugatan PHPU yang kami ajukan,” tegasnya.
Namun demikian, dengan banyaknya saksi yang dimiliki PDIP, dalam gugatan terkait Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, tidak semua saksi dapat memberikan keterangan karena dibatasi waktu penyelesaian sengketa Pilpres yang ditetapkan selama maksimal 14 hari.
“Meskipun kami memiliki saksi yang berlimpah untuk Pilpres, MK membatasi jumlahnya karena keterbatasan waktu,” jelasnya. (*/Pan)
Source : Siberindo.co