MAGETAN | INTIJATIM.ID – Rencana pembangunan hutan bambu yang dikemas dengan ekoeduwisata (Eco Bamboo Park) Magetan, menuai kontroversi di kalangan masyarakat.
Hal ini membuat, Wakil Ketua DPRD Magetan, dr. Pangajoman, angkat bicara dan menilai kurang tepat atau kurang relevan apabila mempermasalahkan program pembangunan ekowisata hutan bambu. Karena sudah selesai dibahas oleh dewan dan Pemerintah Daerah sejak pertengahan tahun 2022 lalu.
“Telah selesai pembahasannya dan telah disepakati bersama antara dewan dan pemerintah daerah pada pertengahan tahun kemarin,” kata Mas Pang, sebutan akrabnya.
Apa wujud pembahasan dan kesepakatannya…?, Pangajoman menyebut, bisa dilihat dari kesepakatan dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan PPAS (Prioritas Plafon Anggaran Sementara) yang disepakati dalam rapat paripurna DPRD. Yang kedua, adalah dalam bentuk disyahkannya Perda tentang APBD Perubahan 2022 dan APBD induk tahun 2023. Dengan demikian, program pembangunan Ekowisata Hutan Bambu telah dianggarkan baik di dalam APBD P 2022 dan APBD 2023.
“Dalam rapat oleh DPRD tersebut telah dilaksanakan memenuhi quorum dan ketika dimintakan persetujuan, dewan secara aklamasi semua menjawab setujuuuu. Artinya semua fraksi yang ada di DPRD Kab Magetan telah menyatakan persetyjuannya di dalam rapat paripurna pengesahan APBD P 2022 DAN APBD 2023,” terang Wakil Ketua DPRD Magetan.
Selain itu, Pangajoman juga menjelaskan, apakah pembangunan ekowisata hutan bambu itu merupakan program skala “prioritas”…? ya jelas, karena sudah ditetapkan bersama sebagai program prioritas antara pemerintah dan DPRD Magetan. Hal ini bisa dilihat dalam dokumen PPAS pada PPAS Perubahan 2022 dan PPAS 2023.
“PPAS itu dari akronimnya kan sudah jelas “Prioritas Plafon Anggaran Sementara” bisa dilihat kan ada kata “Prioritas”. Jadi, di dalam dokumen PPAS program² prioritas itu sudah dituliskan di sana, prioritas pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Semuanya telah dibahas antara DPRD dengan Pemda dan telah disepakati bersama,” jelasnya kepada media Inti Jatim.
Untuk menjawab kontroversi yang saat ini berkembang, lanjut Pangajoman, mari kita dudukkan dulu terkait hutan bambu ini, sebenarnya program apa?. Karena sekarang seolah-olah ekowisata ini merupakan program Dinas Pariwisata, “padahal” ini program dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Menurutnya, pos anggarannya saja ada di DLH, yaitu terkait pemenuhan Ruang Terbuka Hijau, sesuai instruksi Pemerintah Pusat kepada semua kabupaten/kota untuk menyediakan lahan Ruang Terbuka Hijau minimal 20 persen. Dan ini jelas, perintah ini tertuang dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ditegaskan lagi dengan peraturan-peraturan turunannya.
“Salah satu contoh RTH ya Hutan Kota yang di Kelurahan Bulu Kerto itu, itu yang bikin kan DLH. Nantinya, Hutan Bambu itu kurang lebih ya seperti itu, karena memang salah satu fungsi dari RTH adalah untuk sarana sosial dan rekreasi,” ,” tambah Mas Pang, yang juga Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Mas Pang juga menambahkan, RTH itu konsep “pembangunan berkelanjutan”. Artinya, pembangunan itu tidak melupakan kebutuhan generasi kita di masa mendatang.
Selain itu, isu lingkungan hidup biasanya memang kurang menarik bagi pemimpin yang tidak visioner. Karena kurang menjual dibanding issue tentang pertumbuhan ekonomi, makanya sering dipandang sebagai program “yang bukan prioritas”.
Issue lingkungan hidup seperti pengelolaan sampah, konservasi lahan, dampak rumah kaca, penghijauan, perbaikan Indek kualitas udara, Indek kualitas air, ketersediaan cadangan air, dan lainnya, akan menjadi perhatian kalau sudah terjadi bencana. Seperti perubahan iklim, longsor dan kekeringan, baru akan menjadi trending topik dan semua akan berbicara.
“Jadi, bisa disimpulkan bahwa upaya pencegahan terhadap kerusakan lingkungan itu penting. Kalau sudah terjadi bencana, dan kita berbuat terhadap lingkungan, ya terlambat. Karena sudah terlanjur terjadi ketidaknyamanan, bahkan jatuh korban. Ini yang perlu kota pertimbangkan dengan baik,” ungkap Pangajoman.
Disisi lain, lanjut Mas Pang, karena Ruang Terbuka Hijau ini pencapaiannya masih rendah, maka DPRD Magetan periode 2014-2019 menginisiasi pembentukan Peraturan Daerah tentang Ruang Terbuka Hijau dan disyahkan sebagai Perda No 2 Tahun 2017. “Perda ini belum dicabut dab masih berlaku hingga saat ini,” tambahnya.
Berbicara soal anggaran, kata Mas Pang, telah dialokasikan di dalam APBD P 2022 dan APBD Induk 2023 ke Dinas Lingkungan Hidup. Diantaranya, untuk studi kelayakan, pembuatan Amdal dan menyusun Master Plan serta bibit awal bambu. Selanjutnya, Master Plan ini akan ditawarkan ke kementrian LH, pemerintah provinsi, dan pihak swasta melalui program-program CSR nya.
Apabila pembangunan hutan bambu ini ditawarkan ke investor atau tidak dari APBD. Sedangkan Dewan dan Pemda telah sepakat dianggarkan di APBD, dan Perda APBD baik 2022 dan 2023 sudah disyahkan, bagaimana mekanisme menghentikannya?.
“Kalau nanti pas pembahasan APBD 2024 tidak dianggarkan monggo, tapi untuk APBD 2022 kan sudah dilaksanakan dan bahkan sudah diaudit oleh BPK dan APBD 2023 juga sedang dilaksanakan tahun ini. Makanya saya sampaikan tidak relevan, jika mempermasalah sesuatu yang sudah dibahas dan disepakati bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah,” tegas Wakil Ketua DPRD Magetan. (Red)