IRONIS : Nasib Oknum Kepala MIN Ngawi Dipaksa Cuti, Mundur, dan Tak Terima Tunjangan

NGAWI | INTIJATIM.ID – Nasib pahit dialami seorang oknum Kepala Madrasah (Kamad) di MIN Ngawi berinisial (K), setelah terlibat dalam polemik pernikahan siri yang sempat dilaporkan ke Kementerian Agama (Kemenag) setempat. Akibat laporan tersebut, (K) harus menanggung sejumlah sanksi berat, diantaranya dipaksa cuti, mengundurkan diri dari jabatan kepala, dan tidak menerima tunjangan profesi.

Hal ini diamini oleh Kepala Subbagian Tata Usaha (Kasubbag TU) Kemenag Ngawi, Pujianto, yang sebelumnya menjabat sebagai Kasi Pendma, bahwa laporan pernikahan siri yang menyeret nama (K) menjadi dasar sanksi administratif terhadap yang bersangkutan.

“Sudah enam bulan lalu kejadiannya, jelang hari raya saya justru tidak menerima tunjangan kinerja. Waktu itu saya sedang banyak tanggungan,” ujar K dengan nada pilu saat diwawancarai. Rabu (2/7/25).

Selain itu, (K) juga mengaku terpaksa menandatangani surat pengunduran dirinya sebagai kepala madrasah, dan bersedia ditempatkan menjadi guru di madrasah lain. Pun, berharap bisa bertemu dengan pihak pelapor maupun pihak kantor Kemenag.

“Saya bahkan minta sendiri untuk di-BAP (Berita Acara Pemeriksaan), tapi tidak direspons. Saya disuruh ngalah dan sabar. Tapi ini soal hak saya. Saya hanya titipan, tidak masuk dalam kurikulum,” ungkapnya.

Menurut (K), selama tiga bulan terakhir ia hanya ‘titipan’ di madrasah lain, namun sebagai ASN tetap menjalankan tugasnya. Ironisnya, hingga kini pihaknya belum menerima SK pengangkatan terbaru.

“Saya terlanjur buat surat pengunduran diri. Seharusnya saya dapat SK dulu. Tapi sampai sekarang nasib saya tidak jelas, padahal di E-Kinerja, saya masih menilai guru-guru di madrasah itu. Jadi seperti satu madrasah punya dua SK kepala,” paparnya.

Perihal tunjangan profesi yang tak cair, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemenag Ngawi, Mahzun A. Amrullah, membenarkan, bahwa pencairan tidak bisa dilakukan karena berkas K dinyatakan tidak layak.

“Di aplikasi, jam mengajarnya kurang. SKBK (Surat Keputusan Beban Kerja) tidak terbit, sehingga SKA atau KPT tidak bisa terbit. Itu berdasarkan penilaian pengawas dan kepala madrasah saat itu,” ujarnya. Kamis (3/7).

Amrullah juga menyentil adanya kejanggalan struktural di internal madrasah, “Masak iya satu mobil punya dua sopir? Secara aturan, itu sudah rancu. Kewenangannya di Pak Ersat sebagai KPA, tugas saya hanya verifikasi berdasarkan data dari pengawas dan kepala madrasah yang sah.” tambahnya

Sementara itu, Soeroto, Kasubbag TU Kemenag lama yang kini menjabat sebagai Penyelenggara PAIS, menegaskan bahwa penerbitan SK harus melalui mekanisme yang benar.

“Yang berhak mengeluarkan SK itu eselon II, dalam hal ini Kanwil. Kalau surat tugas hanya dikeluarkan oleh Kasi Pendma, itu keliru. SK itu lebih tinggi dari surat tugas. Harusnya proses diselesaikan dulu, jangan sepihak,” tegas Soeroto.

Ia juga mengaku tidak tahu menahu soal pemaksaan cuti terhadap (K). “Saya gak tahu siapa yang nyuruh cuti. Kalau saya, kasihan orang berprestasi malah diperlakukan seperti ini,” pungkas Soeroto.

Laporan ini mencerminkan adanya dugaan kekacauan administrasi dan kurangnya komunikasi internal dalam tubuh Kemenag Kabupaten Ngawi. Oknum kepala madrasah berharap agar kasus ini diselesaikan secara adil dan tidak mengorbankan hak-haknya sebagai ASN. (Mei/IJ)

Loading

Leave a Reply

error: Content is protected !!