NGAWI | INTIJATIM.ID – Polemik seputar dua SK (Surat Keputusan) Kepala Sekolah di salah satu Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) di Kabupaten Ngawi mulai menemukan titik terang.
Ketua Komite MIN setempat yang sebelumnya disebut sebagai pelapor dalam kasus dugaan pernikahan siri oknum Kepala Madrasah berinisial (K), akhirnya angkat bicara.
Dalam keterangannya pada Sabtu (5/7/25), Ketua Komite (KK) mengklarifikasi, bahwa dirinya tidak pernah membuat laporan resmi kepada Kementerian Agama (Kemenag) terkait dugaan pelanggaran tersebut.
“Saya hanya menyampaikan melalui sambungan telepon kepada Pak Pujianto, yang saat itu menjabat sebagai Kasi Pendma. Itu pun bukan laporan resmi, hanya menyampaikan informasi saja,” jelasnya kepada Intijatim.id
KK yang juga merupakan kepala desa setempat, menegaskan bahwa, langkah tersebut ia ambil semata-mata untuk menjaga kondusivitas wilayah, bukan sebagai bentuk pelaporan formal.
“Saya ingin wilayah saya tetap kondusif. Sebagai kepala desa dan juga ketua komite, saya merasa punya tanggung jawab moral untuk menjaga nama baik madrasah sebelum masalah ini diketahui luas oleh wali murid, tokoh agama, dan masyarakat,” ujarnya.
KK menyebut, inisiatif tersebut murni dilakukan secara pribadi, tanpa melibatkan pengurus komite lainnya. “Saya sendiri yang menghubungi, tidak melibatkan anggota komite lain,” ungkapnya.
Terkait isu dua SK Kepala Madrasah, KK menyatakan hal tersebut di luar wewenang komite. Namun, ia tetap mendukung langkah yang diambil Kemenag Ngawi dalam menyikapi kasus tersebut.
“Apa yang dilakukan oleh pelaku nikah siri memang punya dasar. Dan saya rasa langkah Kemenag sudah tepat,” tambahnya.
Saat ditanya mengenai dugaan pernikahan siri, KK mengaku tidak memiliki bukti fisik, baik berupa dokumen maupun foto.
“Saya hanya mendengar pengakuan langsung dari oknum tersebut. Tidak ada bukti tertulis atau dokumentasi yang saya miliki,” jelasnya.
Ketua Komite juga membantah, bahwa dirinya pernah secara resmi meminta agar ada orang lain yang menggantikan posisi Kamad (Kepala Madrasah red). Menurutnya, ia hanya memberikan rekomendasi orang lain karena sebagai tokoh masyarakat yang telah lama mengabdi di madrasah tersebut.
“Saya memang pernah merekomendasikan orang lain, tapi jauh sebelum kasus ini mencuat, karena beliau tinggal dekat dengan madrasah dan sudah mengajar di sana. Tapi pengangkatan beliau sebagai Kamad murni keputusan Kemenag, bukan permintaan saya,” tegasnya.
Sementara itu, Kasubag TU Kemenag Ngawi, Pujianto, membenarkan bahwa pernah menerima informasi dari KK, namun secara lisan.
“Betul, ada informasi dari Ketua Komite, tapi hanya disampaikan lewat telepon. Tidak ada laporan resmi secara tertulis,” ujar Pujianto saat dikonfirmasi pada Selasa (1/7).
Diberitakan sebelumnya, laporan dugaan pernikahan siri oleh ketua komite menyebabkan yang bersangkutan menerima sanksi berat dari Kemenag. Sanksi tersebut berupa cuti, pemindahan tugas ke MIN lain sebagai guru, dan pencabutan tunjangan jabatan. Anehnya, meskipun saksi diberlakukan, pihaknya tetap memegang SK sebagai Kepala Madrasah. (Mei/IJ)