NGAWI | INTIJATIM.ID – Setelah sempat viral akibat pemberitaan mengenai bangunan yang berdiri di atas fasilitas umum (fasum) berupa jalan, ketiga warga Desa Jururejo, Kecamatan Ngawi, akhirnya membongkar sendiri bangunan tersebut. Pembongkaran dilakukan secara sukarela oleh pemilik bangunan, setelah pemerintah desa mengambil langkah tegas untuk mengembalikan fungsi jalan sebagai akses publik.
Sebelumnya, bangunan yang menghalangi jalan tersebut sempat menuai sorotan publik karena menutup akses jalan di sekitar kawasan perumahan warga. Namun, polemik ini akhirnya berakhir setelah tiga warga yang terlibat dalam pemanfaatan lahan fasum menunjukkan sikap kooperatif.
Salah satu warga, bidan Nonot, mengakui bahwa tembok di atas fasum tersebut sudah lama berdiri. Ia menyatakan bahwa dirinya hanya memanfaatkan lahan tersebut atas dasar izin lisan dari pihak penjual tanah, namun tidak bermaksud untuk mengklaim sebagai hak milik.
“Ya, sudah lama. Dulu saya memang disuruh memanfaatkan oleh penjualnya, tapi bukan untuk dimiliki,” ujar Nonot saat dikonfirmasi pada Rabu (30/7/2025).
Ia juga mengungkapkan ketidaknyamanannya setelah namanya disebut dalam pemberitaan. “Saya klarifikasi, saya ini malu karena disebut-sebut. Semua orang kenal saya. Saya tidak ada itikad menguasai. Saya juga tidak menerima surat peringatan karena saat itu sedang sakit. Baru semalam saya bertemu Ketua BPD, Bu Kasun, dan Pak Kades,” ungkap sang bidan tersebut.
Hal serupa disampaikan oleh warga lain, Priyo, yang sempat memanfaatkan sebagian lahan fasum sebagai kandang ternak. Ia mengaku tidak mendirikan bangunan permanen, melainkan hanya menyekat menggunakan seng dan galvalum.
“Kalau yang nembok itu Bu Nonot. Saya hanya menyekat pakai seng dan galvalum. Tapi sudah kami bongkar semua. Kami kooperatif, apalagi setelah adanya pemberitaan itu,” jelasnya.
Sementara, Pemerintah Desa Jururejo menyampaikan apresiasi atas kesadaran warga untuk membongkar bangunan secara mandiri. Pimpinan desa juga berharap, ke depan tidak ada lagi pemanfaatan fasilitas umum tanpa izin, demi menjaga ketertiban dan kenyamanan lingkungan.
“Kami harap ini jadi pelajaran bagi semuanya. Fasum adalah hak bersama, bukan untuk dimanfaatkan secara pribadi tanpa persetujuan resmi,” ujar salah satu perwakilan desa.
Dengan pembongkaran ini, akses jalan yang sebelumnya tertutup kini kembali bisa digunakan masyarakat sebagaimana mestinya. (Mei/IJ)