NGAWI | INTIJATIM.ID – Terkait dugaan pungli pengambilan sertifikat PTSL di Desa Sumberjo Kecamatan Sine Kabupaten Ngawi, Djoko Triyono , SH praktisi hukum dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Ngawi angkat bicara.
Pasalnya, setiap yang datang mengambil sertifikat harus membayar Rp.20 ribu sebagai ganti undangan, seperti yang disampaikan warga dan dibayarkan di RT masing masing.
Meskipun Ketua PTSL menyangkal bahwa uang Rp.20 ribu itu untuk membeli sampul. Namun kendati demikian, perihal surat kuasa bayar Rp.80 ribu diakui oleh ketua PTSL tersebut.
Menurutnya, uang Rp.80 ribu itu untuk riwa riwi (operasional) dengan minta tanda tangan Kepala Desa (Kades) dan membeli materai.
“Kalau mengenai bayar undangan 20 ribu itu termasuk pungli, karena gak ada dasar hukumnya buat ganti uandangan, apalagi kalau tidak membayar undangan tidak dikasihkan,” terang Djoko, Minggu (28/01/24).
Dikatakan Djoko, kalau memang bayar Rp.20 ribu untuk sampul, coba tanya ke BPN Ngawi, apa memang mengharuskan untuk membeli sampul. “Tapi kalau surat kuasa harus bayar Rp 80 ribu itu jelas pungli, karena dasar hukumnya tidak ada. Kecuali yang membuatkan itu pengacara/ ahli hukum, kalau orang biasa dan itu untuk pengambilan sertifikat jelas itu tidak ada payung hukumnya,” jelasnya.
Tentang PTSL, Djoko menegaskan, bahwa semua sudah diatur dengan regulasi yang jelas. “Apabila ada penarikan atau permintaan pembayaran dengan dalih apapun, selama tidak diatur, perbuatan tersebut patut diduga pungli yang harus dihindari,” tegasnya.
Menurut SKB 3 Menteri dan Perbup Ngawi, pelaksanaan PTSL boleh melakukan penambahan biaya asal ada kesepakatan bersama.
Sedangkan PTSL di desa tersebut telah disepakati Rp.300 ribu, namun masih ada tambahan Rp.20 ribu sebagai ganti undangan dan membeli sampul. Pun, ditambah Rp.80 ribu untuk pengambilan serifikal dengan surat kuasa, apabila yang bersangkutan tidak bisa hadir.
“Intinya, penarikan dari panitia kepada pemohon PTSL tidak dibenarkan secara hukum dan berpotensi terjadinya pungli, tutup Djoko. (Mei/Red)