JAKARTA | INTIJATIM.ID – Dewan Pers angkat bicara, soal seorang wartawan majalahglobal.com dianiaya olek oknum TNI AL.
Dewan Pers juga mengecam keras penganiayaan kepada wartawan yang terjadi di Pos TNI AL Panamboang, Halmahera Selatan, Maluku Utara, pada Kamis (28/3/2024) lalu.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengatakan, bahwa perlindungan terhadap korban dan proses hukum yang adil harus diutamakan dalam penanganan kasus ini.
“Ini adalah peristiwa yang patut kita kecam bersama, karena pada hakikatnya para jurnalis menjalankan tugasnya adalah suatu aktivitas yang baik dalam rangka mencari, mengolah sampai mendistribusikan berita itu adalah salah satu kerja pers yang harus dilindungi,” jelas Ninik, saat konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Gambir, Jakarta Pusat, Senin, (1/4/2024).
Menurut Ninik, peristiwa itu merupakan ancaman serius terhadap kebebasan pers dan kesejahteraan fisik wartawan yang harus dilindungi secara hukum. Dia menyampaikan, bahwa Dewan Pers telah berkomunikasi dengan Kepala Staf AL untuk memastikan perlindungan terhadap korban, termasuk jaminan kesehatan dan keamanan bagi wartawan dan keluarganya.
Dewan Pers mendesak pihak TNI AL untuk memastikan tiga hal. Diantaranya, perlindungan kepada korban, jaminan kesehatan untuk pemulihan korban, dan proses hukum pelaku harus dijalankan dengan sebaik-baiknya.
“Jangan sampai setelah peristiwa penganiayaan tersebut ada intimidasi maupun kekerasan lanjutan kepada wartawan maupun keluarganya,” ujarnya.
Senada dengan Ninik, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers Arif Zulkifli menambahkan, tindakan kekerasan terhadap wartawan bukan hanya merupakan ancaman terhadap individu, tapi juga merupakan serangan terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi.
“Wartawan bekerja dalam perlindungan konstitusi dan perlindungan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, di mana wartawan bekerja sesuai dengan mandat konstitusi untuk memenuhi hak publik untuk tahu,” paparnya.
Telebih, lanjut Arif, kasus penganiayaan tersebut soal dugaan penyimpangan distribusi BBM bersubsidi yang menjadi sorotan khusus karena mencerminkan pelanggaran terhadap kepentingan masyarakat.
“Ini adalah sebuah kasus klasik sebetulnya, di mana BBM bersubsidi disalahgunakan, dan ketika itu ditulis, wartawannya kemudian mengalami kekerasan. Kami mengecam dengan sangat keras soal ini,” ungkapnya.
Selain itu, Arif juga menegaskan, santunan yang diberikan TNI AL kepada korban bukanlah sebuah langkah tepat jika nantinya menghentikan proses hukum yang harus dijalankan.
“Dewan Pers akan memantau betul peristiwa ini, memastikan proses hukumnya berjalan, dan memastikan korban dalam perlindungan,” tegasnya.
Dalam konferensi tersebut, Dewan Pers juga mengungkap kronologi penganiayaan terhadap seorang jurnalis bernama Sukandi Ali, yang dilakukan oleh tiga oknum prajurit TNI AL (Angkatan Laut).
Anggota Satgas Kekerasan Wartawan Dewan Pers Erick Tandjung menuturkan bahwa pada mulanya, pada Kamis, 28 Maret 2024, korban dijemput tanpa surat resmi oleh dua prajurit TNI AL berpakaian dinas. Mereka diantar anggota Babinsa (Bintara Pembina Desa) yang diminta untuk menunjukkan alamat rumah korban.
“Jadi, korban jurnalis ini memang dijemput ya tanpa ada surat resmi. Artinya ini tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh kedua prajurit TNI AL,” kata Erick, Senin (1/4).
Sukandi kemudian dibawa ke pos TNI AL yang berada di Pelabuhan Perikanan Panamboang, di Halmahera Selatan, di Pulau Bacan Selatan, Maluku Utara. Di sana, Sukandi diinterogasi soal tulisannya mengenai penangkapan kapal yang mengangkut BBM yang diduga milik Ditpolairud TNI AL.
Erick menceritakan, bahwa selama diinterogasi, Sukandi dianiaya dengan dipukul, ditendang dengan sepatu lars dan dicambuk dengan selang oleh tiga prajurit TNI AL. Sukandi saat itu ditanya mengapa menulis berita tersebut tanpa ada mewawancari TNI AL. Namun, dia mengaku bahwa sebelumnya dirinya sudah mewawancarai salah satu dari mereka (TNI AL).
Satgas Anti Kekerasan Wartawan Dewan Pers bersama konstituen, dalam hal ini AJI (Aliansi Jurnalis Independen) di Ternate, telah melakukan verifikasi lapangan dan mengumpulkan bukti-bukti kondisi tubuh korban yang megalami memar, luka-luka di muka dan punggungnya atas penganiayaan yang dilakukan tiga prajurit TNI AL tersebut.
Sukandi juga mengaku sudah tidak kuat menahan sakit saat penganiayaan terus dilakukan. Dia lalu menandatangi dua surat pernyataan agar dihentikan penyiksaannya.
“Ada dua yang juga didikte oleh ketiga prajurit AL ini, supaya berhenti menjadi jurnalis, sudah tidak boleh lagi menulis berita. Kemudian, yang kedua tidak boleh lagi melewati wilayah pesisir di Panamboang,” terang Erick.
Setelah menandatangani surat tersebut, Sukandi kemudian dilepaskan dan dibantu oleh aparat kepolisian setempat untuk dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan medis.
“Kami sudah memverifikasi dan memastikan betul bahwa korban mengalami kekerasan ini karena berita ya, memang karena dampak berita yang ditulisnya,” ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Komandan Pangkalan TNI-Angkatan Laut (Danlanal) Ternate Letkol Marinir Ridwan Aziz mengatakan sudah langsung merespons insiden kekerasan terhadap wartawan tersebut. Pun, minta maaf atas tragedi ini
“Saya sudah mencopot Komandan Pos di Pelabuhan. Saya akan tindak tegas anggota saya yang melakukan pelanggaran,” terang Ridwan.
Disisi lain, TNI Angkatan Laut juga menjamin keselamatan jurnalis atas nama Sukandi Ali yang merupakan korban penganiayaan oknum prajurit di Pos TNI AL (Posal) Panamboang, Bacan Selatan, Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara.
Komandan Pangkalan TNI AL (Danlanal) Ternate juga menegaskan, dia telah menginstruksikan jajarannya untuk menjamin keselamatan korban dan keluarganya. Termasuk para wartawan yang menjalankan tugas jurnalistiknya di lingkungan markas TNI AL di Ternate, termasuk di Pos TNI AL di Bacan Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan.
“Saya sudah tegaskan ke anggota yang ada di pos-pos itu, tidak ada yang bersikap (intimidatif) seperti itu, apabila ketahuan atau kedapatan atau ada laporan yang masuk, saya akan menindak tegas, dan (komitmen) ini akan saya teruskan ke komandan-komandan berikutnya,” tegas Letkol Marinir Ridwan Aziz.
Dia juga menegaskan, tidak ada larangan dan batasan bagi korban ataupun jurnalis lainnya apabila mereka ingin meliput di pos TNI AL di Bacan Selatan, ataupun di pos lainnya yang ada di wilayah Ternate.
“Saya sendiri bilang (ke anggota) tidak ada batasan, dan tidak ada larangan seperti itu,” kata dia. (Pan/Red)