MOJOKERTO | INTIJATIM.ID – Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya menggelar Rapat Koordinasi Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) tingkat kabupaten bersama jajaran Forkopimda, bertempat di Gubug Paddi, Ngoro, Mojokerto. Kamis (8/5/2025).
Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Surabaya, Dodi Gunawan menyampaikan, bahwa kegiatan ini bertujuan memperkuat koordinasi lintas sektor dalam menghadapi berbagai potensi pelanggaran keimigrasian oleh warga negara asing (WNA).
“Timpora menjadi wadah kolaboratif antara imigrasi dan berbagai stakeholder terkait, dari kepolisian, TNI, hingga instansi pemerintahan,” katanya.
Pembentukan Timpora di setiap jenjang administratif, Dodi menyebut, merupakan amanat Undang-Undang Keimigrasian untuk menjamin stabilitas dan keamanan nasional dari potensi ancaman yang melibatkan orang asing.
Sementara itu, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya, Agus Winarto, menegaskan, pentingnya sinergi antarinstansi dalam menciptakan sistem pengawasan yang lebih kuat dan responsif. Terkait pengawasan WNA di Indonesia Direktorat Jenderal Imigrasi meminta UPT untuk melakukan koordinasi dengan stakeholder yang ada di wilayah melalui timpora ini.
“Kita hidup di era dengan mobilitas tinggi. Tidak semua orang asing yang datang memiliki niat baik. Oleh karena itu, pengawasan yang solid dan berbasis data aktual sangat penting untuk menjaga keamanan daerah,” jelas Agus.
Ia juga mengapresiasi keterlibatan aktif dari seluruh anggota Timpora dan menekankan bahwa komunikasi yang terbuka dan cepat menjadi kunci utama dalam merespons dinamika di lapangan.
Pada tahun 2025, Imigrasi Surabaya telah menjatuhkan tindakan administratif keimigrasian terhadap 47 WNA, termasuk kasus perdagangan orang yang melibatkan warga negara Nepal dan India, yang kini sedang dalam tahap penyidikan bersama Kejaksaan Negeri Surabaya.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Butuh dukungan dari polisi, Kodam, Kodim, hingga dinas-dinas seperti Disnaker, BKPM, dan bahkan Kementerian Agama untuk menangani kasus-kasus seperti perkawinan campur, mahasiswa asing, hingga pengajar asing,” ungkap Dodi.
Selain itu, lanjut Dodi, salah satu isu utama yang mengemuka dalam rapat adalah penyalahgunaan izin tinggal dan investasi oleh sejumlah WNA. Banyak di antaranya mengklaim sebagai investor Penanaman Modal Asing (PMA), namun tidak menjalankan usaha sebagaimana mestinya, bahkan menggunakan permodalan fiktif.
“Kita menduga motifnya hanya untuk mendapatkan izin tinggal. Ini sangat merugikan,” tandas Dodi.
Sebagai tindak lanjut dari koordinasi, peserta rapat sepakat membentuk grup WhatsApp sebagai kanal komunikasi cepat antaranggota Timpora. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat pengambilan tindakan dan memangkas birokrasi di lapangan. (DoD/Red)