Ketua Komisi II DPRD Ngawi Ditahan Kejaksaan, Kasus Dugaan Gratifikasi dan Manipulasi

NGAWI | INTIJATIM.ID – Kejaksaan Negeri (Kejari) Ngawi resmi menetapkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Fraksi Golkar, Winarto sebagai tersangka, dalam kasus dugaan korupsi terkait gratifikasi dan manipulasi penerimaan pajak daerah dalam proses pembebasan lahan pembangunan pabrik mainan PT. GFT Indonesia Investment. Senin (26/5/2025).

Ketua Komisi II DPRD Ngawi ini resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik melakukan serangkaian pemeriksaan dan pemanggilan terhadap Winarto yang sebelumnya sebagai saksi.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ngawi, Susanto Gani, menyampaikan bahwa, Winarto diduga kuat berperan sebagai fasilitator dalam pembebasan lahan petani dan lahan milik pemerintah daerah di Desa/Kecamatan Geneng, yang direncanakan sebagai lokasi pembangunan pabrik mainan pada periode 2023–2024.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Ngawi saat Konferensi Pers pada Senin, 26 Mei 2025.

“Pada saat itu tersangka datang sebagai anggota DPRD dan mengaku sebagai fasilitator antara perusahaan dan petani. Namun, dalam praktiknya ia menerima keuntungan pribadi dari proses tersebut,” ungkap Kajari Ngawi dalam konferensi persnya.

Susanto menambahkan, bahwa total pembayaran untuk pembebasan lahan tersebut mencapai Rp91 miliar, yang diketahui langsung masuk ke rekening pribadi Winarto. Petugas anti rasuah ini masih terus menghitung jumlah keuntungan pribadi yang diperoleh tersangka dari dugaan korupsi tersebut.

“Dari hasil penyidikan, tim penyidik juga berhasil mengamankan barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp.200 juta, serta empat unit sepeda motor Honda PCX yang diduga hasil gratifikasi,” jelas Kajari, (26/5).

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Winarto langsung ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Ngawi untuk masa penahanan awal selama 20 hari ke depan.

Tersangka dijerat dengan Pasal 11 juncto Pasal 18 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat 1 KUHP.

“Ancaman hukuman maksimal dalam kasus ini mencapai 20 tahun penjara. Ini adalah bentuk komitmen Kejaksaan dalam memberantas praktik korupsi di daerah. Kami akan terus mendalami kasus ini,” tutup Susanto. (Mei)

Loading

Leave a Reply

This will close in 2 seconds

error: Content is protected !!