Highlight

MBG Motor Penggerak Ekonomi Desa Banyudono

gridart 20251128 074546902

MAGETAN | INTIJATIM.ID – Setiap pagi di halaman Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Banyudono, langkah para petugas berpadu dengan aroma masakan hangat yang baru selesai disiapkan. Kotak-kotak berisi menu bergizi diangkat satu per satu, ditata rapi ke dalam kendaraan yang akan berkeliling ke sekolah-sekolah di Magetan. Pemandangan sederhana ini menjadi wajah nyata bagaimana Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bekerja menggerakkan ekonomi sekaligus menghidupkan denyut sosial masyarakat Banyudono.

Di balik rutinitas itu mengalir rangkaian kerja panjang yang setiap harinya menciptakan perputaran ekonomi baru. Program yang dirancang untuk memperbaiki gizi pelajar ini tumbuh menjadi ekosistem yang menyerap tenaga kerja lokal, menghidupkan UMKM, dan membuka ruang bagi warga untuk terlibat dalam rantai produksi yang saling menguatkan.

SPPG Banyudono yang dikelola Yayasan Kemala Bhayangkari menjadi simpul utama pergerakan tersebut. Dalam beberapa pekan terakhir, jumlah penerima manfaat meningkat cukup signifikan. Kepala SPPG Banyudono, Anggun Retno, menyebut lonjakan itu berdampak langsung pada ritme produksi hingga distribusi. “Saat ini kami melayani 1.011 penerima manfaat dari 12 sekolah. Minggu depan jumlahnya akan meningkat menjadi 1.887 penerima manfaat dari 20 sekolah, mulai PAUD hingga SMP,” ujarnya, Selasa (25/11/2025).

Pertumbuhan jumlah penerima manfaat otomatis memperbesar kebutuhan bahan baku harian. Meski sebagian komoditas seperti sayur dan telur masih disuplai dari luar desa, Banyudono memiliki satu komoditas unggulan yang terserap stabil setiap hari, yakni tempe. Dari dapur-dapur rumahan hingga ke meja produksi SPPG, tempe menjadi penggerak awal yang menghubungkan program gizi ini dengan ekonomi warga.

Sri Purwati (40), salah satu produsen tempe rumahan di Banyudono, merasakan manfaat itu secara langsung. Produksinya kini meningkat dan stabil mengikuti permintaan SPPG. Kestabilan tersebut memberi kepastian ekonomi yang sebelumnya sulit ia peroleh ketika permintaan pasar bergantung pada fluktuasi pedagang harian.

Dampak serupa juga dirasakan oleh para pekerja di SPPG. Saat ini sekitar 40 pekerja terlibat dalam proses produksi, dan enam puluh persen di antaranya merupakan warga Banyudono sendiri. Mereka berperan mulai dari persiapan bahan, pengolahan, pengemasan, hingga memastikan ribuan kotak makanan tiba tepat waktu di sekolah tujuan. Galih Wahyu Pamujianto (39) menjadi satu di antaranya. Kini ia menikmati pekerjaan yang lebih dekat dengan rumah serta pendapatan yang lebih pasti. “Dulu kerja saya tidak menentu. Sekarang saya bekerja di desa sendiri dan ada pemasukan setiap bulan,” katanya.

Setiap paket makanan yang dinaikkan ke kendaraan distribusi bukan hanya hasil kerja dapur, tetapi buah dari gotong royong ekonomi desa. Foto para petugas yang mengangkat kotak-kotak itu menjadi representasi paling jujur tentang bagaimana MBG menggerakkan ekosistem lokal, dari produsen tempe, pekerja harian, hingga petugas pengantaran yang memastikan makanan bergizi itu sampai ke tangan para pelajar.

Di tengah dinamika itu, Banyudono sebenarnya memiliki potensi yang jauh lebih besar untuk dikembangkan. Kepala Desa Banyudono, Supriyono, menegaskan bahwa pemerintah desa sangat mendukung penuh Program MBG karena manfaatnya terasa nyata bagi warga. “Ke depan kami ingin sayuran dan telur disuplai langsung dari warga Banyudono,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa ketika lebih banyak petani dan peternak lokal terlibat, desa bukan hanya menjadi pemasok komoditas, tetapi juga pusat pertumbuhan ekonomi mandiri yang mampu menciptakan peluang kerja baru.

Harapan itu memiliki landasan kuat, mengingat Banyudono didukung lahan pertanian produktif, peternak kecil yang telah lama berjalan, serta UMKM yang terus berkembang. Yang kini dibutuhkan adalah kepastian serapan serta pola kerja sama jangka panjang untuk memperluas rantai pasok lokal agar semakin banyak warga yang bisa terlibat.

Tantangan tentu tetap ada. Petani membutuhkan kepastian pasar sebelum menanam, peternak perlu meningkatkan kapasitas produksi, dan UMKM lainnya harus menyesuaikan standar kualitas agar dapat masuk ke rantai pasok MBG. Namun justru dari titik inilah nilai besar program terlihat, bahwa intervensi gizi bukan hanya tentang makanan, tetapi juga tentang membuka ruang dialog ekonomi serta menguatkan hubungan antarmasyarakat dalam satu tujuan yang sama.

Setiap kali kendaraan distribusi meninggalkan halaman SPPG membawa ribuan kotak makanan, harapan pun ikut bergerak bersama. Harapan pekerja yang kini memiliki kepastian penghasilan. Harapan produsen rumahan yang usahanya kembali bernapas. Harapan petani dan peternak yang ingin ikut terlibat. Dan harapan siswa-siswa yang memulai hari dengan asupan nutrisi lebih baik.

Di Banyudono, MBG telah tumbuh menjadi lebih dari sekadar program. Ia menjadi motor penggerak ekonomi desa, merambat dari dapur sederhana hingga ke tangan para pelajar. Dengan tata kelola yang terus membaik dan partisipasi warga yang semakin luas, Banyudono perlahan membangun model ekonomi desa yang terhubung, tangguh, dan berkelanjutan.

Foto petugas yang menaikkan makanan ke kendaraan distribusi dan aktivitas warga mengolah tempe kini bukan lagi sekadar dokumentasi rutinitas pagi. Ia adalah simbol tentang bagaimana sebuah desa memilih bergerak bersama menuju masa depan yang lebih kuat. (Bgs/IJ)

ajax-loader-2x MBG Motor Penggerak Ekonomi Desa Banyudono

Share this content:

Post Comment

error: Content is protected !!