MK Bisa Batalkan Hasil Pemilu Curang, Mahfud MD : “Tergantung Hakimnya”

JAKARTA | ITIJATIM.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membatalkan hasil pemilu yang curang. Hal ini disampaikan calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD, sekaligus mantan ketua MK periode 2008-2013.

Berdasarkan pengalaman saat menjabat Ketua MK, Mahfud menyebut, dirinya pernah membatalkan hasil pemilu yang dinyatakan curang.

Tindakannya itu membuktikan bahwa pihak yang kalah dalam pemilu dan menggugat adanya kecurangan tidak selalu kalah dalam proses di MK.

“Ketika saya menjadi ketua MK, MK pernah memutus pembatalan hasil pemilu dalam bentuk perintah pemilihan ulang maupun pembatalan penuh. Sehingga, yang menang dinyatakan diskualifikasi dan yang kalah naik,” kata Mahfud di Universitas Indonesia, Kampus Salemba, Jakarta Pusat, Jakarta, Sabtu (17/2).

Penjelasan tersebut sekaligus mengklarifikasi pernyataannya bahwa pihak yang kalah selalu menuduh pemilu curang. Menurut Mahfud, kecurangan dalam pemilu memang sering terjadi, dan dalam pembuktian di persidangan sering tidak cukup.

“Jadi, saya katakan bahwa setiap pemilu yang kalah itu akan selalu menuduh curang, itu sudah saya katakan di awal tahun 2023. Tepatnya, sebelum tahapan pemilu dimulai. Tetapi jangan diartikan bahwa penggugat selalu kalah. Sebab, memang sering terjadi kecurangan terbukti itu secara sah dan meyakinkan,” ungkapnya.

Mahfud juga menyebut, sejumlah putusan MK yang membatalkan hasil pemilu atau memerintahkan pemilu ulang. Misalnya di Pilkada Provinsi Jawa Timur Tahun 2008, yang mana Khofifah Indar Parawansa yang semula dinyatakan kalah kemudian dibatalkan dan MK memerintahkan pemilu ulang.

“Contohnya lagi pada Pilkada di Bengkulu Selatan, yang menang didiskulifikasi, dan hasil Pilkada Kota Waringin Barat sama dengan Bengkulu Selatan. Masih banyak lagi kasus dimana ada pemilihan ulang di daerah tertentu dan desa tertentu,” jelas mantan Menkopolhukam ini.

Selain itu, Mahfud menambahkan bahwa istilah pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) muncul sebagai vonis pengadilan di Indonesia pada tahun 2008.

Saat itu, Mahfud MD merupakan hakim konstitusi, memutus sengketa Pilkada Jawa Timur antara Khofifah dengan Soekarwo.

TSM kemudian menjadi dasar atas vonis-vonis lain dan masuk secara resmi dalam hukum pemilu. Pun, menjadi yurisprudensi dan aturan dalam undang-undang (UU), peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), dan peraturan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Buktinya, banyak pemilu itu dibatalkan, didiskualifikasi. Saya menangani ratusan kasus. Ada yang diulang beberapa, ada yang dihitung ulang, dan sebagainya. Tergantung hakimnya punya bukti atau tidak atau kalau sudah punya bukti, menerima bukti, (hakimnya) berani apa tidak,” ujar Mahfud. (*)

Source : siberindo

Loading

Leave a Reply