MAGETAN | INTIJATIM.ID – Tersiar kabar bahwa di Desa Sempol, Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan, telah berdiri tempat karaoke yang membuat warga sekitar kesal.
Polemik tersebut terus memanas akibat tempat hiburan tanpa izin resmi tersebut berada di lingkungan RT.13/RW.01 desa setempat. Pun menuai protes warga karena dinilai mengganggu kenyamanan dan ketertiban lingkungan.
Kepala Desa Sempol, Edy Ryanto pun mengamini, bahwa keberadaan karaoke bernama “Wjufeen” tersebut mengganggu lingkungan dan menimbulkan keresahan warga.
“Saya menindaklanjuti pengaduan warga. Kegiatan usaha karaoke itu tanpa izin dan berpotensi menganggu ketertiban dan kenyamanan Masyarakat,” ungkap Edy, pada Selasa (31/12/2024).
Dijelaskan Edy, pada pertengahan Desember lalu pihaknya telah mengirim surat kepada Pj Bupati Magetan untuk meminta penutupan Karaoke tersebut. Awalnya, Wjufeen beroperasi sebagai restoran dan kafe. Namun, kini tempat tersebut menyediakan tiga ruangan karaoke dengan paket harga Rp450 ribu selama dua jam, termasuk layanan minuman beralkohol dan pemandu karaoke.
Selain mengganggu ketertiban umum, tempat hiburan yang berada di lokasi strategis itu juga berdekatan dengan Kampus Unesa Magetan. Sehingga tempat tersebut ramai didatangi pengunjung.
“Menurut laporan masyarakat, disitu menjual minuman beralkohol tanpa izin dan keberadaan pemandu karaoke (purel) yang dikhawatirkan memicu masalah sosial dan kesehatan,” jelasnya.
Sementara, pemilik usaha, Fendy Sutrisno, membantah sebagian besar tuduhan tersebut. Ia mengklaim bahwa izinnya untuk restoran dan kafe sudah lengkap, dan izin karaoke masih dalam proses.
“Kami punya izin resto dan kafe. Izin karaoke sedang dalam proses. Penjualan minuman beralkohol juga memiliki izin, kalau tidak mana berani. Kalau pemandu, kami tidak menyediakan. Yang datang itu freelance, yang dibawa para tamu,” paparnya.
Tah hanya itu, menurut Fendy usaha karaokenya ini menjadi korban provokasi sebagian warga yang tidak menyukai keberadaannya. “Sejak awal rapat RT, saya tidak diberi kesempatan bicara. Mereka hanya meminta tutup tanpa dialog dan saya tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan,” ujarnya.
Fredy juga menyebut, bahwa usaha-usaha sebelumnya, seperti cuci mobil dan persewaan PlayStation, sering mendapat penolakan serupa. “Apa pun yang saya lakukan selalu dianggap salah. Bahkan ketika usaha saya jelas-jelas legal juga menurut beberapa warga juga salah,” tandasnya. (Red)