NGAWI | INTIJATIM.ID – Sungguh aneh, kasus dua (2) SK Kepala Madrasah (Kamad) yang terbit dalam satu sekolah di Kabupaten Ngawi hingga kini belum menemui titik terang.
Lebih dari tujuh bulan berlalu, persoalan tersebut justru makin kabur setelah pejabat di internal Kementerian Agama (Kemenag) Ngawi saling lempar tanggung jawab.
Ketika dikonfirmasi awak media, Kepala Kemenag Ngawi, Moh Ersat, memilih menghindar. Ia menyatakan bahwa urusan tersebut telah sepenuhnya didelegasikan kepada Kasubbag Tata Usaha (TU), Pujianto.
“Pak Puji yang nangani. Informasi semua dari Pak Puji. Kemarin sudah kita sepakati untuk satu suara, informasi dari Pak Puji. Ngapunten,” ujar Moh Ersat sembari menelangkupkan tangan, mengisyaratkan enggan berkomentar lebih jauh. Jumat (11/7/25).

Padahal, secara struktural, Kepala Kemenag memiliki wewenang tertinggi di lingkungan Kemenag tingkat kabupaten. Namun, Ersat tampak ingin melepaskan tanggung jawab.
“Sudah saya delegasikan ke Pak Pujianto, konfirmasi ke sana saja. Ya, saya paham dari segi jabatan memang lebih tinggi saya, tapi sudah saya delegasikan,” ucapnya cepat-cepat sebelum masuk ke dalam mobil dinasnya.
Sementara itu, Pujianto selaku Kasubbag TU justru terkesan kebingungan saat dimintai konfirmasi.
“Saya orang baru, tidak tahu kanan-kiri, atas-bawah,” katanya jujur, namun membingungkan.
Ditanya soal SK ganda dan keterkaitannya dengan salah satu pihak berinisial “K”, Pujianto menolak berkomentar.
“Saya gak mau berkomentar soal Pak K. Kita tunggu saja proses yang berjalan. Muga-muga hasilnya terbaik,” ujarnya berkali-kali.
Bahkan, ketika wartawan mencoba menggali rentang waktu penyelesaian, Pujianto memilih menghindar. “Jangan diberondong pertanyaan yang bukan kapasitas saya,” jelasnya.
Mengenai tunjangan yang belum cair, Pujianto menyebut hal itu sudah sesuai regulasi, tunjangan profesi dan kinerja disesuaikan dengan jumlah jam mengajar. Bila jam mengajar tidak penuh, maka tunjangan kinerja hanya cair 50 persen.
“Kalau dicairkan 100 persen justru salah. Tanya lagi ke Pak K. Mohon bersabar saja,” tegasnya.
Kasus ini memperlihatkan keruwetan birokrasi di tubuh Kemenag Ngawi. Alih-alih memberikan kejelasan, pejabat yang berwenangan justru saling lempar pernyataan, yang membuat penyelesaian kasus ini kian absurd.
Sementara guru-guru dan pihak madrasah hanya bisa berharap, polemik dua SK kepala madrasah ini segera mendapat titik terang dan tidak menjadi permainan tarik ulur birokrasi yang melelahkan. (Mei/IJ)