NGAWI | INTIJATIM.ID – Sebanyak 533 siswa SMA Negeri 1 Kendal Ngawi, baru-baru ini menerima manfaat dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disediakan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kendal.
Pihak sekolah pun merasa perlu untuk mempertanyakan beberapa aspek terkait pelaksanaan program tersebut, terutama mengenai mekanisme ganti rugi alat makan yang rusak dan ketidakjelasan sertifikat halal pada makanan yang disediakan.
Humas SMA Negeri 1 Kendal, Dadan Jaya, mengungkapkan bahwa, pihaknya kebingungan terkait prosedur ganti rugi alat makan yang rusak. Meskipun dalam sosialisasi SPPG Kendal disebutkan adanya MOU terkait masalah tersebut, Ia mengaku tidak menemukan aturan yang tertulis jelas.
“Secara tertulis nggak ada, tapi saat saya tanya, jawabannya kalau untuk standart harga ganti rugi sekitar Rp. 80 ribu,” kata Dadan, Rabu (24/9/25).

Hal ini menimbulkan keraguan karena tidak ada rincian lebih lanjut terkait harga yang dimaksud, apakah angka tersebut sudah sesuai dengan kondisi pasar atau standar yang berlaku.
Selain itu, Dadan juga menyoroti pentingnya sertifikat halal untuk makanan yang diberikan. Karena hingga saat ini, belum ada kejelasan apakah tempat makan dan menu yang disediakan telah mendapatkan sertifikat halal. “Kayaknya juga belum ada sertifikat halalnya,” ungkapnya.
Menurut Dadan, hal ini sangat penting agar konsumsi siswa dapat dipastikan sesuai dengan aturan agama dan standar kesehatan, yang tentunya menjadi perhatian utama orang tua siswa.
Sementara, ketika awak media berusaha mengkonfirmasi masalah ini kepada yang bersangkuta , Kepala SPPG Kendal, El, menunjukkan sikap yang kurang kooperatif. Saat diwawancarai, Ia langsung bertanya dengan sinis, “Mana surat perintah untuk wawancara?” dan menolak memberikan informasi lebih lanjut mengenai sekolah-sekolah lain yang juga menerima manfaat MBG.
“Yang dapat ya sekitaran sini, kalau soal data saya nggak bisa kasih tahu,” jawab El, yang terkesan menghindari transparansi dan memperburuk citra SPPG tersebut.
Mengenai masalah ganti rugi alat makan, El menyebut, jika alat makan rusak parah, maka itu menjadi tanggung jawab sekolah. “Ketika rusak parah itu tanggung jawab sekolah, eh.. kita bicarakan dulu, akan ada musyawarah antara sekolah dengan kami,” ujarnya dengan nada ragu-ragu.
Dikonfirmasi soal sertifikat halal, El justru mempertanyakan asal-usul pertanyaan tersebut dan mengatakan, “Tau darimana sertifikat halal, semua sertifikat sudah diurus, tapi memang belum ada, cuma hampir semua dapur sudah mengurus.”
Meskipun mengaku telah mengurus sertifikat, pernyataan dari SPPG Kendal tetap tidak memberikan kejelasan yang memadai bagi pihak sekolah maupun masyarakat. Sedangkan SMA Negeri 1 Kendal Ngawi menegaskan pentingnya transparansi dalam pengelolaan program MBG tersebut, untuk memastikan kenyamanan dan keamanan siswa.
Dengan adanya ketidakjelasan terkait ganti rugi alat makan dan sertifikasi halal ini, diperlukan adanya keterbukaan dari pihak SPPG Kendal agar lebih kooperatif dalam memberikan informasi yang jelas serta terperinci kepada sekolah maupun masyarakat. (Mei/IJ)